Kamis, 30 Juli 2020

"Dua kali mendengar Takbiran, Tak Kunjung Pulang"-Cermin




"Dua kali mendengar Takbiran, Tak Kunjung Pulang"-Cermin

Seketika mata menjadi lelah untuk menatap dunia, Andai pelukkan hangat Ibu masih terasa mungkin aku masih bisa duduk bersama mereka. Mulutku tak pandai berkata, Tapi Mataku pandai berbicara lewat Air mata.

Pesan dari Ibu membuat aku menjadi resah, kali ini lebaran kedua kalinya aku tak bisa berjumpa dengan mereka.

Sedih, marah, sehingga hanya membisu seketika. Dengan berat hati aku mengirim Pesan singkat "Minal Aidin Wal'faizin mohon maaf lahir dan batin". Setetes demi setetes membasahi ponselku. Seketika aku melihat layar ponsel dan Ibu sedang mengetik. Iya pun mengatakan "Aamiin, dan ucapan yang sama.

 Apakah aku harus berkata bahwa sedang rindu? Ataukah aku memihak pada gengsiku?

Aku ingin memeluk, mencium serta meminta maaf pada Ibu tapi waktu enggan mempertemukan kita,serta jarak yang hanya saling mendoakan.

Bertemu dengan keluargaku membuat aku lebih bersemangat lagi untuk bertahan hidup, entahlah yang terlintas dalam memoriku hanyalah kenangan manis, pahit serta Album yang terus menerus menghiasi otakku.

Aku doakan untuk Ibu serta Ayah, kakak, Dan adik. Semoga kita bisa bertemu pada lebaran selanjutnya. Semoga dipanjangkan umur kalian untuk bisa bertemu aku dan suamiku pada lebaran berikutnya.

Dalam hati terasa ingin bertemu tapi mulut memang sulit berguman bahwa rindu, Tapi ingat ada bait-bait doa yang perlu kalian siarkan dalam sujudmu. Kemarin sudah bukan milik kalian tapi esokkan entahlah. Hargailah kebersamaan Karena kita tidak pernah tahu bahwa waktu memihak pada siapa!.

Boroko, 30 Juli 2020
Minal Aidin Wal'faizin mohon maaf lahir dan batin Ma, Pa,Sist,noy:)

Minggu, 19 Juli 2020

"Perihal Hati"


"Perihal Hati"

Walau Rasaku Masih berteka-Teki.
Aku menghimpun dalam sanubari. 
Sepucuk surat yang tak dipungkiri. 
Menusuk hati mengadu sepi. 
Kini saatnya berpotret diri. 
Memasang tanda masih sendiri. 
Besok pagi pasti bisa dinikmati. 
Dengan keikhlasan hati yang mulai menyeimbangi. 
Jurang-jurang mentari mulai meratapi. 
Hasrat tentang hidup yang penuh dramanisasi. 
Andai penantian tentang rasa mulai tak perduli. 
Bagiku mimpi mendekapmu dalam diam 
hanya ilusi. 
Sejarah terulang hanya untuk belajar menjadi lebih baik lagi:)

Boroko. 19 Juli 2020

"Museum Tanah Kelahiranku"

(location : Mesjid Raya Baitul Makmur Kota Kotamobagu) 



"Museum Tanah Kelahiranku"

Pantaskah aku merindu sendirian?.
Damai membayangkan tempat kelahiran.
Aku yang sedang berbincang layaknya tuan. 
Tepat malam ini, diam detak jam berdiam.

Seakan meronta-ronta ingin kembali kehalaman.
Terlalu nyaman dengan bayang kejadian. 
Hingga ber-ribu bab dalam fikiran untuk pulang. 
Aku tuliskan dengan kata-kata singkat untuk bisa mengenang. 

Kepulanganku membawa aku pada sang waktu.
Perihal melepas rindu dahaga. 
Menyusuri lagi ceritatera dimana Ayah, Ibu berbincang. 
Wacana kembali kepangkuan hanyalah omong kosong. 

Aku menyebutnya Museum...
Sebab berisi sejarah sejak aku melihat dunia. 
Genggaman hangat kebersamaan terlihat bahagia. 
Bagaikan lentera yang menyinari cahaya. 

Kembali meratap serta mengulang
Merajut lagi kenangan yang kini menghilang. 
Bekasnya hanya terkenang. 
Bagai terputar rekaman renungan.

Kembalilah peristiwa lampau.
Akan aku berikan separuh harapan. 
Untuk bisa mengenang dalam diam. 
Ratapan penyesalan yang menjelma menjadi doaku.

Boroko, 19 Juli 2020



"Senja & Fajar"


"Senja & Fajar"

Senja atau fajar sama saja tenggelam.
Serta timbul diarah yang berbeda dalam alam. 
Dalam sanubari saling menenggelamkan. 
Di belantara menuntunku dalam kesedihan.

Fajar adalah doa. 
Senja itu penghabisan.
Keduanya  berbeda.
Tetapi keduanya saling berbagi Jingga.

Fajar adalah saat yang begitu kunanti-nanti.
Selalu menyuguhkan pesona yang elok nan menawan.
Jika cuaca sedang tak dirundung hujan.
Melaluinya aku belajar ‘mengheningkan cipta ‘ sekaligus merapalkan doa-doa.

Perlahan Fajar merangkak  berganti menuju Senja.
Menuju setengah gelap mencapai titik bumi.
Ketika matahari telah hilang dari cakrawala.
Kita hanyalah saling melengkapi serta meratapi esok hari. 

Boroko, 19 Juli 2020.



"Hari Menjelang Kematian"


"Hari Menjelang Kematian"

Pada suatu hari nanti.
Ketika jasad terdiam kaku.
Dan hanya ada kamu bersama amalmu.
Apakah masih sempat kau memikirkan dunia ini?

Andai azab bisa dirasakan dalam dunia.
Andai suara siksa terdengar riuh serta menyiksa.
Di sela-sela waktu senggangmu malam ini.
Apakah masih mengingat mati?.

Suara merdu tak terdengar lagi.
Wajah, serta tubuh yang indah tak sebagus lagi.
Pakaian serta harta, tahta tak bisa dinikmati lagi.
Dunia ini sesat serta hanya sesaat kita tempati.

Jadwal dunia mulai memadatkan kesibukkan.
Hingga mulai memakan waktu tentang perkara Agama.
Larik - larik sajak tak bergema lagi.
Pada hari dimana ajal mendatangi.
Apa yang harus kau siasati?
Haruskah tiap detik, menit, serta jam. Ingat mati?

Kau akan letih disibukkan oleh duniawi.
Serta Apa yang kau kejar? Maksiatkah? Hartakah? Atau?
Hari Menjelang sore kematian menghampiri.
Tanda akhir bahwa hidup hanyalah habis sampai disini.
Dan tinggal Amal ibadah yang mampu mendampingi.


Boroko, 19 Juli 2020.
Selagi hidup, Ingatlah mati!

Puisi untuk Sastrawan Alm. Eyang Sapardi Djoko Damono yang menginspirasi setiap bait-bait puisiku:)

Senin, 13 Juli 2020

"Keluarga, dan Kenangan Manis"




"Keluargaku,dan Kenangan Manis"

Sejuta Impian Kenangan Yang Perlahan padam. 
Bayang Sunyi dan Rindu yang Membisu
Hujan menabur kesunyian malam ini
Jemari menari menderas pada getar kata.
Kotori lembaran kertas nan putih
Tak kala lirih ia mengikuti perasaan.
Katamu ini akan sebentar saja ?
Tak lebih lama dari Tuhan pertemukan kita.
Tapi aku sudah bosan melahap rindu
Melayani bayang mu yang kerap bertamu.
Secangkir kopi kesukaan mu ku suguhkan
Akhirnya aku memilih jalan kehidupan. 

Kami masih disini ...
Menanti walau tak pasti
Berharap keajaiban datang menghampiri
Untuk hilang kan semua keraguan hati
Tuhan.. Sosok berharga dalam hidupku adalah keluarga. 
Aku mohon, redakanlah badai ini
Sirnakanlah segala kepiluan kami
Dan hadirkan lah senyum bahagia di wajah kami
Dan berkumpul dengan orang kami sayangi.

Menanti haru, waktu, serta tawa 
dengan keluarga. 
Pesan tersurat aku titipkan untuk mereka. 
Memilih dan dipilih adalah hal terberat. 
Antara keluarga dan masa depan. 
Maut memisahkan kita semua 
serta orang tersayang. 
Memulihkan melihat pemandangan bahagia menjadi drama.
Waktu menanti fajar hingga kesepian menemukanku. 
Perasaan kala itu bercampur aduk menjadi riuh. 
Perkara agama aku harus utamakan,
 Ingat unia ini sementara!.
Disela waktu yang mengambil semua kenangan. 
Sepi mulai mengendap menjadi pilu dan bersaksi.
Memakan semua kejadian yang telah usai menjadi lunglai. 
Mereka tidak kan pernah usang tetapi mengenang dalam sanubariku. 
Dari kejauhan aku tersenyum membeku. 
Bait doa, lalu bersabar salah satu kerinduan yang selalu ada disepertiga malamku. 
Untuk saat ini aku belum bisa membahagiakan mereka. 
Tapi ingat ...
Tuhan punya cara sendiri
 untuk memperbaiki keadaan ini. 
Kejutan yang paling hebat selama sisa hidupku adalah hadir bersama keluargaku. 



Boroko, 14 Juli 2020.

Untuk hari ini penantian telah usai-
Dan, ketika suasana mulai hangat aku pasti kembali!.